I'm just too far from where you are


YAAAAAANGGG TELAH HILAAAAANG DATANG LAGIIIIIIIIIIIIIII….. ~
Maaf, lagi pingin nyanyi. Itu sepenggal lirik dari lagunya Nidji – Nelangsa (OST. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck). Lagunya bagus deh, liriknya juga dalem. Kalo masalah dalem atau enggaknya tergantung masing-masing individu deeeengg.
Ngomong-ngomong soal yang datang lagi, Sabtu, 15 Fabruari 2014. Orang yang aku tunggu-tunggu setelah beberapa tahun tidak bertemu. Terakhir aku melihatnya saat aku masih kelas XI, itu juga liat dari jauh. Dia gagah mengenakan jas almamater kampusnya. Dari jauh masih terlihat kurus persis seperti saat dia masih duduk di bangku SMA. Bedanya, disana terdapat sebuah jambul menghiasi rambutnya. Ah, seandainya aku bisa melihatnya dengan jarak lebih dekat. Iya, saat itu posisi aku dan dia jauh. Dia ada di aula sedangkan aku berada di depan ruang lab. Bahasa yang dan berusaha mencuri-curi pandangan agar aku bisa melihatnya lebih jelas dibalik gerobak sampah biru milik sekolah. Ah, tak mengapa.
Pada waktu itu memang bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku sengaja pulang terakhir dan duduk di depan lab. Bahasa karena aku tau diantara puluhan mahasiswa yang ada di aula itu ada seseorang yang setahun terakhir aku tunggu. Orang yang sering bikin mataku sembab ketika bangun pagi. Ketika aku duduk di depan lab. Bahasa, teman-temanku yang kebetulan lewat bertanya. “Kok belum pulang? Nunggu siapa?” Aku jawab, “Ah, enggak. Lagi pingin pulang terakhir aja.” Mataku sesekali celingak-celinguk ke aula. Beberapa temanku yang lewat bertanya dengan pertanyaan seperti itu. Aku jawab seperti itu juga. Namun, ketika teman dekatku, Ruqoyyah bertanya, aku jawab, “Ada keripik disana.” Ruqoyyah, Rizka dan Verlinda menemaniku duduk di depan lab. Bahasa sambil bersenda gurau.
Suara keripik terdengan sangat jelas dari sounds. Kebetulan dia menjadi pembawa acara di acara sosialisasi untuk kampusnya. Lalu siapa suara pembawa acaranya satu lagi? Karena dari sounds terdengar suara seorang cewek yang gak asing di telingaku. “Oh, mantannya.” Pikirku. Ternyata benar, beberapa menit kemudian keripik dan mantannya keluar aula karena tugas mereka menjadi pembawa acara sudah selesai. Dari jauh terlihat mereka asik mengobrol, walaupun sudah tidak berpacaran tetapi keduanya terlihat rukun. (Itu sih harus)
Tidak berapa lama, keduanya berpisah. Keripik asik berbincang dengan teman-temannya, sedangkan sang mantan bergabung dengan teman-temannya pula. Aku, Ruqoyyah, Rizka dan Verlinda juga mengobrol di dekat gerobak sampah. Sesekali aku memantau keripik dari balik tiang. Gak tau kenapa, keripik yang dari tadi asik berbincang-berbincang tiba-tiba menolehkan kepalanya ke arah sebuah gerobak sampah biru satu-satunya yang terparkir di depan ruang lab. Bahasa. Aku langsung menyembunyikan kepalaku agar tak terlihat oleh keripik.
Begitulah kisahnya sewaktu aku masih kelas XI. Beda dengan sekarang saat aku duduk di kelas XII. Keripik datang lagi ke sekolahku (sekolah keripik juga siyy). Aku kira keripik gak bakal datang lagi ke sekolah ini. Aku kira aku gak bakal ketemu keripik lagi. Aku kira tahun kemarin, itu terakhir kali aku bisa liat keripik. Allah Maha Baik. Kata temanku, kampus UND*P bakal sosialisasi ke sekolah Sabtu ini. Aku seneng, aku nanya ke temenku. Alumni dua tahun lalu apakah ikut sosialisasi ke sekolah. Dan kata temanku, dua tahun lalu juga ikut sosialisasi kesini. Senangnya, masih ada harapan ketemu keripik.
Dibalik rasa senang dan bersyukur, terselip rasa takut. Aku belum siap ketemu keripik. Sampai-sampai aku berpesan pada kedua teman akrabku, “Kalo keripik kesini, tolong selametin aku. Aku gak mau keripik liat aku.” Kedua temanku itu jelas heran. Pingin liat kok gak mau ketemu. Mungkin itu yang ada di pikiran mereka.
Hari Sabtu pun tiba. Sejak pagi aku sangat antusias dan tidak sabar karena akan ada mahasiswa UND*P berkunjung ke sekolah kami. Karena jam pelajaran bahasa Jawa kosong, biasa naluri pelajar. Aku, Melisa dan Fia ngacir ke warung gorengan yang tempatnya ada di depan sekolah. Karena kami sadar, sekolah kami seperti penjara, kali ini kami hanya jalan-jalan melewati lobi yang biasanya disana ada beberapa guru yang sedang asik membaca Koran. Tapi kali ini tidak, tidak seperti biasanya lobi sepi jadi rencana kami berhasil. Sampai di gerbang sekolah, kami bertemu banyak mahasiswa UND*P yang tak lain dan tak bukan adalah kakak kelas kami sendiri. Rasa takut muncul, aku minta temenku untuk berbalik arah. Aku belum siap ketemu keripik. Melisa berkata, “Gak ada keripik kok. Belum datang mungkin.” Kami pun melanjutkan perjalanan kami menghilangkan rasa penat di kelas dengan sekedar membeli gorengan di warung depan sekolah. Karena waktu masih terlalu pagi dan gorengan belum matang, kami kembali ke kelas karena Melisa dapat SMS kalau bu guru Bahasa Jawa masuk kelas. Untungnya, kami tidak terlambat. Bu guru menggiring siswanya masuk ruang music untuk belajar gamelan. Naluri pelajar bandel keluar lagi, aku, Melisa dan Fia keluar ruang music diam-diam dengan alasan ingin ke toilet. Karena di kelas sepi dan tidak tahu tujuan. Kami beranjak kembali menuju warung gorengan itu lagi. Setelah berhasil membawa beberapa gorengan hangat, kami kembali ke kelas.
Bel istirahat kedua bunyi, sekitar jam 11.45 WIB. Aku meminta Melisa dan Fia mengantarku ke ruang TU untuk melegalisir raport. Kami melewati kelas XII IPA yang rame karena mahasiswa UND*P sedang sosialisasi di kelas XII IPA dahulu. Sampai di depan ruang TU, aku membuka pintu ruang TU dan masuk. Tidak sampai satu menit. Kedua temanku yang menungguku di luar ruang TU memanggilku, “Yun! Yun! Ada keripik! Keripik!” Aku bingung, karena aku sedang berbicara dengan petugas TU. Saat petugas TU sedang membolak-balik kertas hasil nilai raportku, aku menoleh keluar. Ternyata benar, ada seorang laki-laki berpostur tinggi, rambutnya berjambul. Yang terlihat beda adalah dia terlihat tembem. Deg! Itu kakak kelasku. Kakak kelas yang pernah memanggil namaku. Kakak kelas yang bercita-cita ingin terbang itu. Jantung yang selama ini berhenti, kembali berdetak lagi. Kedua kakiku mulai bergetar. Aku bisa melihat dia dari balik pintu ruang TU yang terbuat dari kaca. Berbeda dengan aku yang masih terpaku di dalam ruang TU padahal keperluanku sudah selesai, kedua temanku senyam-senyum sendiri sambil melirik laki-laki itu dan aku.
“Tjiyee.. tjiyeee.. Yunita. Akhirnya ketemu juga.” Melisa dan Fia menggodaku. “Terakhir lihat waktu masih kelas XI. Itu juga dari jauh,” ujarku. Kemudian kami kembali ke kelas. Karena jam pelajaran bahasa Indonesia kosong, akhirnya mahasiswa UND*P masuk untuk mengenalkan kampusnya pada kami. Di pikiranku, “Ah, paling juga keripik gak masuk kelasku.” Tiba-tiba ada salah seorang dari mahasiswi kampus itu beranjak keluar untuk meminta bantuan, “Kak, sini…” Tak berapa lama datang laki-laki yang aku lihat dari dalam ruang TU tadi. Ya, Itu keripik! Keripik masuk ke kelasku. Beberapa temanku berdecak kagum. Seperti biasa, Melisa dan Fia tersenyum menggoda ke arahku. Temanku yang duduk di belakangku terkagum-kagum, “Gila, kece parah!” Aku mencari-cari kertas agar aku tak terlihat olehnya. Namun, apalah arti sebuh kertas. Keripik tidak menoleh ke arah siswa di kelas kami.
Dia hanya numpang lewat saja kemudian keluar lagi. Ah, kok cuma numpang lewat doang sik. Aku belum denger suaranya langsung. Taka apa, masih beruntung aku masih bisa liat dia langsung dan lebih dekat dibandingkan dengan tahun lalu.
Kamis, 20 Februari 2014 aku membaca beberapa jawaban dia di ask.fm miliknya. Dari sana  aku tau, dia belum bisa move on. Dan yang bikin aku nyess pas baca jawaban dia yang bilang, “Kamu pernah sayang sama orang? Kadang memantau dari jauh aja udah bikin kita seneng sendiri, bikin adem. Karena gak semua orang yang kita sayang tau kalo kita sayang sama dia, meskipun gak bisa deket. Memandang dari jauh udah bikin kita semangat.”
Keripik bener. Gak semua orang tau, termasuk keripik. Udah deh, aku mau lanjut nyanyi lagi.
SEPERTIMUU HANYA BISA KUPAAANDANGGG.. TIDAK DAPAT KU SAYAAANG~

Buscar

 

Labels

About

Ma Petit Histoire Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger