Ayah Menyayangi Tanpa Akhir. [Doc. gambar: http://static.republika.co.id/] |
Lagi, film Indonesia yang diadaptasi dari novel karya penulis Indonesia. Film yang diadaptasi dari karya penulis Kirana Kejora dengan judul yang sama dengan novelnya; Ayah Menyayangi Tanpa Akhir. Kisah pertalian cinta antara Jepang dan Pribumi menjadi pemula mengawali film bernuansa sendu ini.
Awal
kisah cinta antara Arjuna Dewantara (Fedi Nuril) dan wanita Jepang, Keisha
Mizuki diceritakan dalam narasi yang dituturkan oleh Mada, anak semata wayang
mereka. Serupa halnya dengan Jepang dan Indonesia, Juna dan Keisha berupaya
mencari jalan untuk merdeka. Kisah kasih yang terjalin sejak masa kuliah harus
terbentur latar belakang budaya masing-masing negara. Keluarga Juna yang merupakan
keluarga Jawa kolot tidak bisa menerima Keisha, gadis asli keturunan Jepang
yang tengah mencari ilmu di Indonesia.
Sikap
ibunda Juna yang keras yang tidak merestui cinta Juna dan Keisha, tidak
menghalangi niat Juna untuk menjemput Keisha di pelaminan untuk menjalani hidup
berdua. Respon kedua keluarga yang sama-sama tidak merestui hubungan Juna dan
Keisha dijelaskan gamblang dalam novelnya. Di dalam film, hanya dijelaskan
keluarga Juna yang menolak keras kehadiran
Keisha menjadi bagian dari keluarga Juna. Respon keluarga Keisha tidak
diketahui oleh para penonton film ini.
Kehilangan
Keisha di saat kehadiran Mada ke dunia menjadi pukulan berat bagi Juna.
Meskipun tidak diviualisasikan secara gamblang dalam film. Agaknya Juna mudah
bangkit dan bersiap menjadi orangtua tunggal bagi si kecil Mada. Suatu rumus
yang menegaskan bahwa laki-laki tidak bisa hidup tanpa perempuan, sementara
perempuan tetap bertahan tanpa laki-laki di sampingnya, memang benar adanya.
Tidak berapa lama sejak kepergian Keisha, Juna segera mencari pembantu untuk
membantu pekerjaan rumah sekaligus merawat Mada kecil. Mbok Jum sapaannya, ia
adalah pembantu yang dahulu bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga Juna.
Bagi
kaum Hawa yang mendambakan sosok sholeh, tampan, dan beriman seperti aktor Indonesia
Fedi Nuril. Kadar kecintaan pada Fedi Nuril dipastikan akan meningkat drastis.
Di film-film sebelumnya, Fedi Nuril selalu berperan menjadi laki-laki
bijaksana, bertanggung jawab, dan penyayang keluarga. Tidak mengherankan ia
digilai oleh banyak wanita yang mendambakan sosok “suamiable” sepertinya. Serupa
di film ini, Fedi Nuril ditantang menjadi seorang ayah yang mendidik dan
merawat putra semata wayang tanpa didampingi oleh istri di sampingnya. Penonton yang barangkali
didominasi oleh kaum hawa akan terpesona ketika menyaksikan adegan Juna (Fedi
Nuril) yang mengajak bermain bayi, memeluk dan menciumi bayi itu lekat-lakat
tanda kasih sayang seorang ayah.
Selain
terpukau dengan adegan yang disebutkan tadi, penonton akan terhanyut oleh
perasaan iba pada nasib Juna dalam film tersebut. Kehilangan menjadikan seseorang
harus siap menghadapi segalanya sendiri.
Hubungan Ayah dan Anak
Kasih
sayang seorang ayah tak ubahnya kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Ayah
menyalurkan kasih sayang melalui ketegasannya, sedangkan ibu melalui
kelembutannya. Sosok Juna terlihat sebagai ayah yang tegas bagi Mada. Seperti
ayah-ayah pada umumnya, sosok ayah sebenarnya penuh kasih sayang dan khawatir
dibalik diamnya. Jika seorang ibu segera menelepon anaknya yang tak kunjung
pulang, berbeda bagi ayah. Tahukah anda bahwa yang menugaskan ibu menelpon
adalah ayah. Seperti itulah gambaran perhatian ayah dan ibu pada anaknya.
Adegan-adegan
mengharukan hadir sepanjang film tersebut. Menjadi seorang ayah yang harus
merawat anak yang sakit keras tanpa kehadiran sosok ibu bukan hal yang pernah
dipikirkan Juna. Saat Mada merasakan puncak kesakitan dimana sel-sel kanker
menyerang otaknya, Juna hanya bisa mendekap untuk menenangkan serta turut
merasakan kesakitan yang dialami Mada tanpa berkata-kata. Juna bisa menjadi
seorang ayah, ibu, teman, dan guru bagi Mada. Seringkali mereka terlibat
diskusi bersama membahas tentang sejarah, olahraga, dan cinta.
Sikap
tegas Juna yang diaplikasikan dalam mendidik Mada tidak berhenti saat kondisi
Mada sehat. Bahkan saat Mada positif divonis menderita kanker otak, ketegasan
Juna tetap berlanjut dalam mendidik Mada demi kesehatan Mada pulih kembali. Di
sana kita akan melihat bahwa ketegasan dalam mendidik tidak selamanya
berkonotasi buruk. Juna membuktikan rasa kasih dalam ketegasan mampu mendidik
anak tumbuh menjadi pribadi yang penyayang, berkemauan keras dan bertanggung
jawab seperti Mada.
Satu-satunya
konflik yang menarik dan sedikit memicu tawa adalah dalam film ini adalah
ketidaksepahaman antara Juna yang berprofesi sebagai apoteker dan Dean (red:
Din), sahabat Juna yang merupakan seorang dokter dalam mencari solusi
untuk menyembuhkan kanker yang diderita
Mada. Keduanya memiliki argumen masing-masing yang bertujuan sama yakni
menyembuhkan seorang pasien penderita
kanker dimana semestinya keduanya bisa bekerja sama dalam bidang yang saling
berkaitan itu. Dean menyadari sepenuhnya posisi Juna tidak hanya sebagai
seorang apoteker saja, sekaligus seorang ayah bagi anaknya yang divonis kanker
otak. Seorang ayah yang profesinya di
luar bidang kesehatan akan melakukan apa saja demi kesembuhan anaknya. Apalagi
Juna yang ditakdirkan sebagai apoteker
yang mengetahui seluk beluk dunia kesehatan, maka akan berusaha meracik obat
untuk mematikan sel-sel kanker yang menyerang otak anak semata wayangnya itu.
Ada
beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan dalam film ini. Di akhir film terdapat
adegan Juna kembali bertemu kembali dengan keluarganya. Saat pertemuan antara
Juna dan ibu serta kakak-kakak kandung Juna tidak ada dialog yang mewarnai
adegan mengharukan tersebut. Lantas, apa yang membuat ibunda Juna mau menerima
kembali? Apakah kematian Mada adalah alasan satu-satunya yang meluruhkan
kerasnya ego ibunda Juna?
Ayah
Menyayangi Tanpa Akhir bercerita tentang perjuangan, kesabaran, pengorbanan dan
ikhlas menerima serta rekonsiliasi hubungan orangtua dan anak. Meskipun alur
cerita mudah ditebak, namun dipastikan tidak akan segera menghentikan untuk
mengakhiri menonton film ini. Kisah kompleks yang dibungkus secara sederhana ini
akan terus mengajak penonton untuk hanyut dalam adegan tiap adegan. Cerita yang
lebih menonjolkan Juna dan Mada ini memang ingin menyampaikan pesan bahwa cinta
ayah pada anak tiada akhir. Tokoh Juna hadir menegaskan bahwa laki-laki bisa
mendidik anak dengan caranya sendiri.
Sepeninggal Mada, Juna yang kini tiada anak dan istri di sampingnya
memilih menjadi laskar yang membantu orang-orang yang membutuhkan di pelosok
Indonesia dalam bidang kesehatan. Dari Mada, ia belajar menjadi ayah yang kuat.
Dari Mada, ia memilih menjadi ayah bagi anak-anak di seluruh dunia.