Entah sudah berapa film yang saya
tonton diadaptasi dari buku. Biasanya saya tonton film yang diadaptasi dari
buku-buku dengan penulis yang saya gemari. Namun, tidak dengan kali ini. Saya
pun agak kurang percaya bahwa saya menonton film yang diadaptasi dari novel
karya Tere Liye. Harus saya akui, sampai
sekarang saya belum pernah membaca karya-karya Tere Liye yang sangat populer
dan laris bak kacang goreng itu.
Sekadar cerita saja ya, gara-gara
terbius dengan film Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Saya dengan sengaja terbang
ke Semarang khususnya mengunjungi Kota Lama kawasan Semarang demi mencari
sudut-sudut yang menjadi lokasi pengambilan gambar film tersebut. Beberapa
sudut yang saya temukan di antaranya sudut yang menjadi tempat para preman dan
Ray adu pukul yang letaknya dekat dengan akar pohon beringin, lalu saya
menemukan lokasi pengambilan gambar ketika Ray dan Natan mengamen di angkutan
kota, dan hingga kini saya masih dibuat penasaran dengan gedung bertingkat
empat puluh yang kemungkinan menyulap gedung Asuransi Jiwa Sraya menjadi gedung
bertingat empat puluh karena di situ terdapat adegan Ray dan Bang Ape memanjat
gedung super tinggi hingga terlihat langit malam Kota Semarang yang indah. Kemudian
saat perjalanan menuju Tembalang, tanpa sengaja saya menemukan sebuah rumah
yang sangat mirip dengan bentuk rumah singgah dalam film tersebut. Saya semakin
yakin rumah unik bergaya kuno itu rumah singgah Ray karena adik saya pun
beranggapan demikian. Tinggal mencari rumah yang dijadikan sebagai panti asuhan
Ray nih~
Awal mendengar judul “Rembulan
Tenggelam di Wajahmu” sudah bisa disaksikan di bioskop. Dengan lancangnya saya
menduga bahwa film ini akan berkisah tentang romantisme. Akan tetapi dugaan
saya tersebut terbantahkan ketika menonton cuplikan trailer filmnya. Ditambah
dengan ulasan-ulasan pakar sinema dari kanal youtube membuat saya sempat ragu karena jumlah penontonnya yang
sedikit. Namun akhirnya diiringi drama hujan yang tidak kunjung reda,
berangkatlah saya menuju bioskop.
Di awal film, kita akan disambut
oleh rembulan dari kaca jendela Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Seorang pria
berusia berusia 60 tahun yang diperankan Arifin Putra nampak terbaring tak
berdaya dengan banyak selang dan peralatan medis mengalir ke tubuhnya. Dalam
kenyataan, kondisi ini dialami oleh manusia yang koma atau menghadapi sakaratul
maut. Pada kondisi itulah, datang seorang pria berkemeja memanggil nama
laki-laki berusia 60 tahun itu, “Rayhan.. Rayhan..”
Pria berkemeja yang diindikasi
sebagai malaikat utusan Tuhan itu berhasil membangunkan Rayhan dan mengajaknya
untuk menjawab lima pertanyaan besar yang sering diajukan Rayhan pada Tuhan
selama hidupnya.
Pertanyaan pertama membawa Rayhan
bersama si malaikat ke suatu wilayah pelabuhan yang saya yakin lokasinya berada
di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Sebab salah satu dari banyak faktor
menonton film ini adalah karena lokasi syutingnya di Kota Semarang. Hehehe. Penonton
akan dibawa ke perjalanan masa lalu Rayhan, Panti Asuhan tempat Rayhan
dibesarkan.
Rayhan memiliki keluarga di Panti Asuhan di antaranya pemilik panti yang dipanggilnya Bapak dan anak-anak panti lain
yang usianya di bawah dirinya yang dianggapnya sebagai adik. Di panti asuhan
tersebut, Rayhan memiliki kawan baik bernama Diar yang sehari-harinya bekerja
sebagai penjaga WC umum. Saya
menyimpulkan karakter Diar ini 180 derajat berkebalikan dari Rayhan. Dari adegan awal saja digambarkan Rayhan
merampas makanan dari seorang wanita bergelang emas dan membaginya kepada Diar
untuk buka puasa, tetapi Diar menolak karena menganggapnya sebagai barang tidak
halal. Diar digambarkan sebagai muslim yang taat, berbeda dengan Rayhan yang
digambarkan sebagai manusia yang masih dalam proses pencarian Tuhan. Berulang
kali ketika Diar mengajak Rayhan beribadah, Rayhan selalu menolak dengan
mengatakan, “Tolong tanyakan pada Tuhan, kenapa Dia menaruhku di panti asuhan
ini?” Pertanyaan tersebut berulang kali ditanyakan Rayhan pada dirinya sendiri
dan pada Tuhan.
Dalam cerita ini, tidak ada
karakter yang digambarkan sempurna. Rayhan sang tokoh utama digambarkan
memiliki karakter remaja bengal yang jago berkelahi dan tidak takut pada
apapun, namun di dalam hatinya ia sangat peduli pada orang-orang terdekatnya.
Selain itu, sebut saja si pemilik panti asuhan yang biasa dipanggil bapak.
Orang lain mungkin akan menilai bapak sebagai orang yang mulia karena menampung
dan membesarkan anak-anak di panti asuhan binaannya, tetapi tidak ada yang menyangka bahwa tokoh bapak selalu menyembunyikan donasi dari donatur. Anak-anak panti
asuhan diberikan makan seadanya dan tidak diberikan haknya. Itulah mengapa saya
bilang karakter tokoh di cerita ini tidak sepenuhnya sempurna. Sama halnya
seperti manusia biasa pada umumnya. Tidak ada yang benar-benar sempurna. Setiap
manusia memiliki sisi baik dan buruknya masing-masing. Maka tiada bijak bila
kita sesama manusia merasa paling benar daripada manusia lainnya, merasa paling
pantas hingga menghakimi manusia lainnya. Satu-satunya yang sempurna hanyalah
Dia Yang Maha Sempurna.
Tidak heran bila Rayhan kerap
mempertanyakan “Apakah Tuhan itu adil?” Perjalanan hidup Rayhan sejak remaja
yang diperankan Bio One ini memang penuh perjuangan dan air mata. Sejak bayi ia
telah terpisah dari kedua orang tuanya hingga akhirnya ia dibesarkan oleh bapak
panti asuhan bersama istrinya yang kini telah meninggal. Kemalangan yang dialami
Rayhan sepeninggal bunda (pemilik panti asuhan) membuatnya menjadi sosok remaja
yang tak terkendali. Pertanyaan “mengapa Tuhan menitipkan Rayhan di panti
asuhan?” selalu ia tanyakan. Hingga pada akhirnya ada suatu konflik yang
menyebabkan ia harus meninggalkan panti asuhan.
Perjalanan hidupnya kian rumit
setelah ia meninggalkan panti asuhan. Rayhan semakin tidak terkendali. Hingga
pada akhirnya ia menemukan jejak bukti riwayat hidupnya bahwa ia terpisah dari
orang tuanya akibat kebakaran. Kedua orang tuanya meninggal yang membuatnya
menjadi sebatang kara. Bukti berupa secarik kertas koran itu selalu ia simpan
di dalam saku celananya.
Peristiwa-peristiwa getir Rayhan
alami dari mulai kematian Diar sahabatnya akibat ulah Rayhan yang menyebabkan bapak
panti asuhan menitipkan Rayhan ke rumah singgah di tengah kota. Rayhan mulai
merasa menemukan sedikit kebahagiaan di rumah singgah tersebut berkat
teman-teman barunya. Hingga pada suatu ketika ada kejadian yang membuatnya
harus berurusan dengan preman-preman. Padahal tujuannya mulia, Rayhan ingin
menolong Ilham (sahabat barunya di rumah singgah) yang menangis karena lukisan
karyanya dirusak oleh kawanan preman tersebut. Akibat kejadian itu, Rayhan dan
orang-orang di sekelilingnya terus diawasi oleh para preman itu. Bahkan
mengakibatkan ia keluar masuk penjara karena berurusan dengan polisi karena
membuat onar di tempat umum. Masalah-masalah yang tak berujung
itu membuatnya ia kerap merenungi hidupnya. Kebiasaan itu kerap dilakukan di
atas tower air. Ia naik ke atas tower pada malam hari. Dari atas towerlah
Rayhan bisa melihat wajah rembulan lebih dekat. Barangkali hal itulah yang
membuat hatinya tenang.
Kebiasaan anehnya itu ternyata
diam-diam diperhatikan oleh Bang Ape, seorang preman berhati baik. Melihat
kegesitan Rayhan atau Ray memanjat tower air yang sangat tinggi tanpa rasa
takut membuat kagum Bang Ape. Ia mengajak Ray melakukan misi bersama dengan
risiko yang besar yakni mencuri berlian di gedung lantai 40, gedung tertinggi
di kota tersebut yang dijaga sangat ketat.
Peristiwa tertembaknya Ray dalam
usaha pencurian barang berharga di gedung tinggi itu perlahan menjawab
teka-teki pertanyaan Rayhan selama ini pada Tuhan. Tanpa sengaja Bang Ape
menemukan secarik kertas koran yang berisi berita kebakaran yang terjadi
belasan tahun silam. Ia tiba-tiba mengingat suatu peristiwa dalam hidupnya. Ia
teringat bayi yang ia selamatkan dari kobaran api yang dibakarnya sendiri. Bang
Ape tertegun bahwa pemuda yang tengah terkapar terkena peluru itu adalah bayi
yang ia selamatkan waktu itu. Bayi itu kini telah menjadi pemuda yang berani
dan kerap mempertanyakan ketidakadilan hidup.
Tanpa terasa air mata jatuh dari
matanya. Bang Ape lantas memutuskan menyerahkan diri ke polisi dengan tetap
menyembunyikan Ray yang masih tak sadarkan diri di markasnya. Esok paginya, Ray
bangun lalu mencari Bang Ape. Namun sayang, Ray malah menemukan Bang Ape dari
tayangan televisi. Bang Ape ditangkap polisi malam itu.
Dari peristiwa-peristiwa yang
dialami Ray, penonton diajak untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
besar Ray selama hidupnya. Malaikat yang mengajak Ray untuk menapaki jejak masa
lalu menjelaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan itu telah terjawab, namun Ray
tidak pernah menyadarinya.
Pertama, pertanyaan “Mengapa
Tuhan menempatkan Ray di panti asuhan?” Jika dicermati, kematian Diar akibat
ulah Ray itulah jawabannya. Ray merasa kematian Diar adalah akibat ulahnya
hingga membuat Diar dikeroyok banyak orang lalu menyebabkan Diar meninggal.
Jika Ray mampu memahami, Diar adalah alasan Tuhan menitipkannya di panti
asuhan. Mengapa? Diar menganggap Ray adalah sahabat sekaligus pahlawan baginya.
Ray adalah sahabatnya sejak kecil, teman berbagi selama di panti asuhan
sekaligus pahlawan karena selalu melindungi Diar dan anak-anak lainnya dari
kekejaman Bapak pemilik panti asuhan bahkan Ray kerap berkorban untuk kesalahan
yang tidak dilakukannya demi melindungi saudara-saudaranya dari hukuman bapak.
Pernah suatu kali bapak marah besar karena tasbihnya putus. Bapak mencari-cari
anak yang dengan ceroboh merusak benda kesayangannya. Hingga Ray tiba-tiba
mengaku bahwa dialah orang yang telah merusak tasbih tersebut padahal benda
tersebut dirusak oleh Diar akibat kecerobohan Diar. Rayhan dihukum berat secara
fisik oleh bapak atas kesalahan yang sebenarnya tidak ia akukan.
Pertanyaan kedua perihal “Apakah
Tuhan adil?” cukup rumit terjawab. Sebab
dari peristiwa yang saling berkait itulah penonton akan menyimpulkan sendiri
keadilan Tuhan pada diri masing-masing manusia. Jikalau saya menjadi Ray, barangkali
akan menganggap Tuhan adil pada dirinya sebab ia terus saja diberikan
kesempatan oleh Tuhan untuk menjalani kehidupan berkat kebaikan Tuhan padanya. Namun,
barangkali Ray merasa Tuhan tidak adil pada teman-temannya yang bernasib tidak
seberuntung darinya. Sebut saja kawan baik Ray yakni Diar yang meninggal dunia
akibat dikeroyok warga akibat ulah Ray, Natan yang kehilangan pita suara
emasnya dan gagal mengikuti audisi penyanyi karena dikeroyok oleh preman-preman
yang dendam dengan Ray, dan Ilham yang menjadi incaran preman-preman karena Ray
membelanya, serta Bang Ape yang menyerah kepada polisi tanpa mengikutsertakan
Ray (menyembunyikan Ray agar selamat) padahal mereka berdua telah berjanji
apabila salah seorang dari mereka tertangkap polisi, maka mereka akan
bersama-sama masuk penjara. Hingga delapan tahun kemudian Bang Ape dihukum
tembak mati, Bang Ape tetap menjaga rahasia keterlibatan Ray dari polisi demi
membiarkan Ray selamat.
Melalui film ini, saya
menyimpulkan bahwa setiap peristiwa hidup dalam hidup manusia saling berkaitan
dengan peristiwa dan manusia lainnya. Segala sesuatunya telah Tuhan gariskan.
Tinggal kita memilih mampu atau memilih menyerah menjalaninya. Tuhan menunjukkan
keadilannya melalui cara-Nya bahkan sulit untuk kita pahami dengan nalar.
Lalu saya teringat kutipan
Pramoedya Ananta Toer, “Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya
memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang penderitaannya saja, dia sakit." Bahwa hidup tidak melulu
tentang kesulitan atau melulu tentang kebahagiaan. Semuanya sudah dituliskan oleh-Nya
sesuai porsinya.
Film ini merupakan
pilihan yang tepat sebagai refleksi di penghujung tahun 2019 khususnya bagi
saya pribadi. Tentu sedih ketika film yang dibuat dengan serius dan penuh makna
seperti ini jumlah penontonnya lebih sedikit dibandingkan film horor yang
tengah laris manis dibuat para sineas film di sana. Beberapa kritikan terhadap
film ini perihal alur ceritanya yang cenderung membuat jenuh bahkan ngantuk.
Mungkin karena setiap peristiwa diceritakan secara rinci dengan sedikit lambat
menyebabkan penonton jenuh. Akan tetapi semua kejenuhan itu tidak akan terjadi
kalau penonton dengan jeli memperhatikan akting yang luar biasa Bio One sebagai
Ray muda. Bener banget sik, kepiawaiannya berakting menjadi penyelamat film
ini. Hanya saja, Ray muda yang diperankan Bio One ini lebih menonjolkan sikap
dan tindakan daripada dialog. Menurut saya, dialog Ray kalah banyak
dibandingkan adegan fighting yang dilakukannya. Terlepas dari itu semua, film
ini rekomended bagi kalian yang juga memiliki pertanyaan-pertanyaan hidup yang
mungkin hingga detik ini belum terjawab.