Aku akan bercerita tentang pengalaman cintaku di masa putih abu-abu. Pengalaman
yang gak akan aku lupakan, bisa dibilang ini kisah seorang cewek remaja yang
mengagumi kakak kelasnya di SMA. Ya, itulah aku. Namaku Yunita, teman-temanku
biasa memanggilku Yunita bisa juga Pipit. Aku menulis catatan ini ketika
kelas X.
Hari Senin kira-kira bulan Agustus
entah aku lupa tanggalnya, hari itu aku senang sekali dimana hari adalah hari
pertama aku masuk SMA. Walaupun cuma persiapan untuk MOS. Aku bangun pagi-pagi
mempersiapkan baju SMP yang akan ku kenakan pergi ke SMA Negeri 3, salah satu SMA
terfavorit di kotaku. Papa sangat bangga padaku, akhirnya aku bisa melanjutkan
pendidikan di SMA yang aku inginkan. Pagi-pagi sekali aku berangkat dari rumah
sekitar pukul 06.15 WIB diantar Papa dengan sepeda motor kesayangannya.
Kira-kira 20 menit aku sudah sampai di depan gerbang SMA Negeri 3.
“Nanti kalo pulang sms yaaa..” pesan
Papa.
Aku mengangguk dan tak lupa meminta
izin pada beliau. Walaupun masih sangat pagi, di sekolah itu sudah banyak calon
siswa yang sudah berangkat. Aku pun masuk perlahan, aku hanya diam tidak
seperti teman-teman lain yang sedang asik bercengkrama dengan teman-temannya.
Wajar aku hanya diam, aku berasal dari MTs NU 1, sekolah islam yang tak jauh
dari tempa tinggalku dan letaknya sangat
jauh dari SMA Negeri 3. Dari sekian banyak siswa lulusan MTs NU 1 tahun ajaran 2010/2011, hanya aku yang
berhasil masuk SMA Negeri 3. Jadi, aku disana belum kenal satu temanpun.
Pukul 07.30 WIB bel sekolah
berbunyi, entah itu bel tanda apa aku tak tahu. Kakak-kakak berjas hitam, yang
diketahui itu adalah anak OSIS menyuruh kita bergerak menuju lapangan sekolah
untuk diabsen. Akhirnya aku ditempatkan di gugus BUTA CAKIL yang dibimbing oleh
Kak Hakim & Kak Maya. Hari pertama hanya perkenalan dan meguraikan alasan
mengapa memilih SMA Negeri 3. Hari kedua
kita disuruh bawa macam-macam dan siangnya dicek satu persatu oleh kakak-kakak
Distrib (Disiplin dan Tertib) yang super galak. Ada yang disuruh push-up,
diomelin, di robek kertasnya dan lain-lain. Tapi hari itu berbeda buatku, hari
dimana aku bertemu cowok yang sampai saat ini masih aku kagumi. Dia termasuk
anak OSIS yang juga bagian dari Distrib. Wajahnya babyface begitu mirip Bondan
Prakoso, musisi yang aku idolakan.
Kamu mempimpin teman-temanmu menjadi
Distrib dan mulai memasuki kelasku. Semua anak terdiam, yang hanya ada omelan
kakak-kakak Distrib yang gak jelas apa maksudnya masuk kelas orang tiba-tiba.
Kamu mengambil kertas yang berisi absen diatas meja guru dan mulai mengabsen.
“Yunita Puspitasari!”
“Iya, saya” aku mengangkat tanganku.
“Hari ini disuruh bawa apa?”
“Eee.. eeee.. Tas kantung terigu..”
aku terlampau gugup.
“Coba perlihatkan!”
“Ini, kak..” aku menunjukan tas
kantung teriguku disusul teman-teman yang lain.
“Yang kedua disuruh bawa apa lagi?”
“Kalung kacang panjang”
“Dalem? (Bahasa Jawa)”
“Kalung kacang panjang” aku
mengulangi kata-kataku.
Disitu aku mulai merasa kagum
pertama kali pada saat kamu berkata “Dalem”, itu menunjukan bahwa kamu adalah
orang yang memiliki sopan santun. Hari ketiga, semua calon siswa
disuruh menuju aula untuk mendapatkan materi MOS dari beberapa ibu dan bapak guru. Aku bertemu kamu lagi. Ternyata kamu bertugas menjadi pembawa acara. Aku menyukai cara kamu berinteraksi dengan audience, menyenangkan!
disuruh menuju aula untuk mendapatkan materi MOS dari beberapa ibu dan bapak guru. Aku bertemu kamu lagi. Ternyata kamu bertugas menjadi pembawa acara. Aku menyukai cara kamu berinteraksi dengan audience, menyenangkan!
Aku duduk di bangku barisan kedua
dekat pintu, sehingga tak jauh aku bisa melihatmu memandu acara. Disitulah aku
mulai penasaran “Siapakah kamu?” bisikku dalam hati. Disaat ada guru yang sedang
memberikan sedikit materi, kamu keluar dan kembali memandu acara seraya
menunggu guru datang. Guru yang akan memberikan materipun datang, kamu pun
keluar ruangan aula. Pandanganku tak bisa lepas dari langkahmu. Ternyata kamu
menghampiri seorang cewek yang sedang duduk di alas lantai tak jauh dari
tempatku duduk, yang ku lihat sedang menunggumu dari tadi. Kalian berdua berbincang hangat bagaikan sepasang
kekasih. Entahlah, yang hanya ada dipikiranku hanya ingin mengetahui siapa kamu.
Aku memperhatikanmu, kamu terlihat begitu asik bercengkrama dengan cewek itu.
Beberapa jam kemudian guru yang memberikan materi pun keluar ruangan. Kamu
pun masuk dengan ciri khasmu, lalu
tiba-tiba seorang cewek yang memiliki tahi lalat memanggilmu.
“Dennis!”
Disaat itulah aku telah mengetahui namamu, sungguh namamu mengingatkanku pada film kartun favorit masa kecilku. Penasaranku bertambah, aku ingin mengetahui nama lengkapmu. Aku malu menanyakan nama lengkapmu pada kakak-kakak pendampingku. Aku kira nama lengkapmu Dennis bla.. bla.. bla…. Setelah aku baca-baca buku panduan MOS, aku menemukan sebuah nama yang asing di telingaku, nama yang sangat unik yang tak salah lagi ini pasti nama lengkapmu.
“Ya,
ini pasti nama lengkapmu!”
Penasaranku
akan kamu pun mulai menggila, aku ingin tahu alamat rumahmu, bagaimana
keluargamu, dan sebagainya. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku sekarang.
Apakah aku jatuh cinta? Ah, sudahlah. Di pikiranku sekarang hanya ingin
mengenalmu lebih jauh.
Sekitar
dua Minggu kemudian aku sudah mengetahui nickname akun FaceBookmu, aku mencoba
mengirim permintaan pertemanan padamu.
“Yes!
Dikonfirmasi!” aku tak pernah segirang ini.
Aku
juga telah mengetahui username Twitter kamu. Setiap hari aku mengintip
profilmu, apa yang sedang kamu rasakan selalu kamu tulis di akun jejaring
sosial milikmu. Walaupun aku tak bisa mengenalmu lebih dekat, tapi aku bisa
merasakan apa yang kamu rasakan setiap apa yang kamu tulis di akun milikmu. Ketika
kamu bersemangat untuk mewujudkan impianmu menjadi seorang Pilot, sedih ketika
ada masalah mengahampiri kehidupan cintamu, ketika kamu bosan dan ingin
memiliki teman untuk berbagi, bahagia ketika kamu bisa membahagiakan pacarmu.
Ya, aku tahu semuanya dan aku bisa merasakannya.
Suatu
ketika ada class meeting di sekolah, kegiatan hari itu bertema olahraga.
Sekolahku mengadakan berbagai macam lomba atletik seperti lari, lompat tinggi,
voli, dll. Aku dan teman-temanku ingin mendukung salah satu perwakilan kelas
kita yang mengikuti lomba lompat tinggi. Aku duduk di taman dekat kelas XII IPA
2. Beberapa menit kemudian kamu datang dengan membawa botol minuman air putih
milik kekasihmu, lalu kamu duduk di depanku seraya mendukung temanmu yang juga
sedang mengikuti lomba lompat jauh. Kamu terlihat lelah setelah mengikuti lomba
lari, itu terlihat dari keringatmu yang bercucuran di dahimu. Aku tak bisa
apa-apa kecuali memandangmu dengan sesekali melirik peserta lomba agar kamu tak
curiga. Aku tak percaya kamu ada di depanku sekarang. Tiba-tiba pacarmu
datang dan segera duduk disampingmu. Sesekali kalian bersendagurau. Lalu
pacarmu pindah tempat duduk yang tempatnya lebih tinggi dan tidak panas. Kamu
mengikutinya, tapi tak berapa lama kamu kembali ke tempatmu semula yakni duduk
di depanku.
Pada
saat ujian akhir semester kita bertemu lagi, aku satu kelas denganmu. Walaupun
tidak satu bangku, aku merasa beruntung bisa merasakan satu kelas bersamamu.
Terlihat lebay memang, tapi inilah efek jatuh cinta. Tiga kali tak sengaja
bertemu kamu di tampat yang sama yakni di jalan setapak depan kelas XI IPS 1.
Aku hanya bisa menundukan wajahku, jujur aku malu mengakuinya. Asal kamu tahu,
setiap hari Senin aku selalu memperhatikanmu bermain bola di lapangan tepat
depan kelasku, mencari plat motor
bernomor 2532 setiap aku melewati tempat parkir, menunggumu sepulang sekolah
hanya untuk sekedar mengetahui keadaanmu. Itulah yang aku lakukan selama
setahun terakhir ini sebelum kamu pergi meninggalkan sekolah, kota ini dan aku.
Terima kasih telah mengajarkan aku bagaimana menyayangi kamu dengan tulus.
Dennis,
ternyata cinta tak sesederhana rumus-rumus Fisika dan hitungan Matematika.
Cinta barangkali senyawa kata yang bersembunyi dibalik metafora puisi dan kita
terus menerus membacanya, menafsirkannya, mengaguminya tanpa henti. Eh, kenapa aku bisa nulis kayak gini ya? Ah, pasti gara-gara kamu..
0 komentar:
Posting Komentar