Kesan pertama ketika
kamu mendengar atau membaca kalimat Surga Yang Tak Dirindukan mungkin kalian
akan tertawa meringis. Mungkin saja kamu akan membayangkan dan mengartikan
bagaimana bisa tempat (yang katanya) seindah surga tidak dirindukan (?) Bahkan
di setiap khutbah kita terbiasa mendengar sang penceramah menyuruh kita untuk
giat beribadah sebagai syarat masuk suatu tempat bernama surga. Namun, surga
yang akan aku bahas kali ini berbeda. Aku akan mengulas sebuah film yang baru
saja aku tonton di bioskop baru di kotaku. Hahaha. Aku bersyukur kotaku
mengalami sedikit kemajuan dengan adanya bioskop.
Film tersebut berjudul Surga Yang Tak Dirindukan, film ini
diadaptasi dari novel karya Asma Nadia dengan judul yang sama. Sebenarnya
motivasiku nonton film ini bukan karena isi ceritanya, tetapi karena ada
sepasang cast yang mencuri perhatianku yakni Fedi Nuril dan Raline Shah. Aku
jatuh cinta sama chemistry mereka sejak film 5cm. Surga Yang Tak Dirindukan
adalah film ketiga mereka bermain bersama kembali setelah 5cm dan Supernova.
Mungkin salah satu alasan yang membuat kamu malas nonton
film ini adalah prasangka tentang kesamaan cerita dengan salah satu sinetron
dengan penulis yang sama pula. Tenanggg dulu, film ini dikemas dengan elegant!
Kalian akan dibawa oleh alur cerita yang menguras emosi dan air mata. Dalam
film ini, kamu akan menjumpai kata surga dan dongeng yang banyak disebut dalam
setiap dialognya. Yaa memang, film ini menceritakan tentang dongeng yang
dibangun oleh Arini dan Pras untuk mencapai surga-Nya. Surga disini dapat juga
diartikan sebagai kebahagiaan.
Pada scene pertama, kamu akan menjumpai seorang anak
laki-laki yang melihat ibu kandungnya bunuh diri di depan matanya. Scene ini
membuat saya heran adakah hubungan dengan cerita intinya yakni tentang
poligami. Woh!! Terrnyata adegan itu adalah kenangan pahit yang coba penulis
ceritakan dengan sederhana melalui mimpi yang dialami Prasetya (Fedi Nuril).
Prasetya, yang biasa dipanggil Pras adalah seorang yatim piatu yang tinggal di
sebuah panti asuhan di Yogyakarta. Pras tumbuh menjadi laki-laki yang ringan
tangan. Banyak adegan yang menunjukkan dirinya menolong orang lain. Sifat Pras yang
ringan tangan terkadang membuat celaka dirinya sendiri.
Perjalanan Pras yang sedang melakukan penelitian untuk
tugas kuliahnya membawanya bertemu seorang gadis cantik yang pandai mendongeng
bernama Arini (Laudya Chintya Bella). Pertemuan pertamanya dengan Arini
menumbuhkan benih-benih cinta. Ada dialog yang membuat penonton tertawa saat
Arini mengajak Pras sholat.
Arini : “Mas Pras mau
jadi imam?”
Pras : “Secepat ini?” (melongo)
Arini : “Maksud saya, imam untuk sholat dzuhur.”
Pras mengira Arini mengajaknya melangkah ke jenjang
pernikahan padahal mereka baru saja bertemu. Dongeng pun dimulai. Kehidupan
rumah tangga Pras dan Arini berlangsung bahagia, mereka dikarunia seorang anak
perempuan yang diberi nama Nadia. Konflik pun dimulai saat hadirnya orang
ketiga yakni Meirose (Raline Shah). Wanita malang yang bernasib sama seperti
Pras, broken home. Pras menemukan
Meirose dalam suatu kecelakaan yang dilakukan oleh Meirose sendiri. Pras segera
melarikannya ke rumah sakit. Sebuah video pada ponsel milik Meirose yang
direkam sendiri oleh Meirose sebelum kecelakaan ditemukan oleh Pras. Video
tersebut menceritakan latar belakang kehidupan malang Meirose yang ditinggal
pergi oleh kedua orangtuanya. Terlebih lagi kondisi Meirose yang sedang hamil
dan hanya dijanjikan menikah oleh laki-laki yang telah menghamilinya.
Salah satu adegan yang menguras emosi dan air mata adalah
adegan Meirose yang mencoba melompat dari gedung rumah sakit yang kemudian
diselamatkan oleh Pras. Disanalah seorang Prasetya menunjukkan kebaikannya.
Pras berkata: “Demi Allah, aku akan menikahimu nanti, asal kamu jangan lompat!”
Kurang lebih sih begitu lah dialognya. Kemudian Meirose menjawab dengan kalimat
yang menurutku menohok bagi kaum laki-laki, “Kebanyakan laki-laki bersembunyi
pada kata nanti.” Pras menolong Meirose supaya tidak jadi lompat dari gedung,
tujuannya tidak lain agar tidak ada lagi orang yang bernasib sama seperti
dirinya yang menderita akibat masalah rumah tangga. Pras memiliki rasa senasib
dengan Meirose yang ditinggal mati orangtua dan ia tak ingin bayi yang
dilahirkan Meirose bernasib sama seperti Pras dan Meirose.
Pernikahan Pras dan Meirose disaksikan oleh kedua sahabat
Pras yang bernama Amran (Kemal Pahlevi) dan Hartono (Tata Ginting). Adanya dua
sahabat Pras ini turut menggiring persepsi penonton dalam menyikapi poligami
yang dilakukan oleh Pras. Hartono menjalin hubungan dengan sahabat Arini yang
bernama Mita, ini menujukkan dalam film ini juga mengangkat friendzone. Xoxoxo.
Namun, friendzone antara Hartono dan Mita bisa dibilang berjalan sukses karena
mereka berencana melanjutkan ke pelaminan. Tokoh Hartono adalah tokoh yang
bersikeras melarang Pras melakukan poligami namun dia sendiri tidak bisa
menjajikan pada Mita bahwa dia tidak akan melakukan poligami. Sementara Amran
membawa warna bagi film ini. Sejak scene awal, Amran adalah tokoh pertama yang
membuat penonton tertawa karena kekoplakannya. Namun, berbeda dengan Hartono,
Amran tidak diceritakan memiliki kisah cinta. Jadi, penonton tidak tahu apakah
dia jomblo atau sedang melakukan ta’aruf. Hehe.
Adegan yang paling menegangkan adalah ketika Arini
mengetahui bahwa Pras memiliki wanita lain. Hal itu terungkap dari pembantu
rumah tangga di rumah Arini yang menemukan bon pembayaran persalinan Meirose.
Saya lagi-lagi menggumam, “Kenapa pembantu rumah tangga selalu polos, namun
kepolosannya itu terkadang membawa petaka bagi beberapa orang?” Hahaha. Adegan
Arini yang marah besar sungguh keren! Beberapa perabotan rumah jatuh dan suara
kemarahannya terdengar oleh orang lain pas seperti kebanyakan suami istri
ketika sedang bertengkar. Pada bagian ini, penonton bahkan sempat dibuat ketawa
oleh tingkah laku pembantu rumah tangga Arini dan Pras yang berusaha ingin tahu
apa yang sedang terjadi dengan kepolosan yang melekat di wajahnya.
Diantara kedua sahabat Arini, yakni Lia dan Mita. Menurutku
pemeran Lia kurang pas dalam memerankan Lia karena melihat dari wajahnya yang
menurutku tidak seumuran dengan Arini dan Mita. Menurutku, pemeran Lia terlalu
dewasa dan kurang keibuan. Namun, pemeran Lia ini mampu membuat aku kagum saat
dia sedang berakting kecewa dengan suaminya yang diduga selingkuh dengan wanita
lain. Akting nangisnya itu lho.. Dalem!!!
Menurutku, di film ini tidak ada pemeran antagonis karena
Meirose sebenarnya adalah wanita yang baik. Takdir yang mempertemukannya dengan
pria baik bernama Prasetya. Dari situlah, aku semakin percaya bahwa pria baik
ditakdirkan untuk perempuan baik sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an. Suka
adegan makan malam antara Pras dan Meirose di rumah Meirose. Keduanya masih
canggung saat makan bersama, terlebih lagi status mereka sudah suami istri
tetapi belum mengenal satu sama lain. Di film ini banyak adegan antara Pras
dengan Meirose dibandingkan Pras dengan Arini. Dimulai dari Pras menolong
Meirose yang kecelakaan, Pras menikahi Meirose, Pras menemani Meirose merawat
baby Akbar (putra Meirose), Pras mengajari Meirose tentang agama Islam.
Uuuuwuwuu.. so sweet! Mudah-mudahan ada film keempat yang mempertemukan Fedi
Nuril dan Raline Shah (lagi).
Banyak adegan yang tak terduga dari film ini. Beberapa
diantaranya ayah Arini yang ternyata berpoligami tanpa sepengetahuan istrinya
dan Arini. Hal itu diketahui ketika datang dua orang wanita yakni ibu dan anak
perempuan seusia Arini yang datang melayat jenazah ayah Arini. Kemudian adegan
dimana Arini menelpon Pras untuk membantu Meirose dalam merawat Akbar yang
sakit, padahal saat itu dia sedang kecewa dengan Pras karena Pras terlambat
menghadiri pementasan dongeng oleh Nadia. Selain itu, keputusan Meirose untuk
pergi ke Jakarta dengan menitipkan Akbar kepada Pras dan Arini dengan alasan
untuk memulai hidup baru menjadi Meirose yang baru, padahal alasan sebenarnya
adalah ia tidak ingin merusak dongeng wanita lain yang disebabkan oleh dirinya
karena tidak ada wanita yang benar-benar rela berbagi suami dengan wanita lain.
Namun, ada suatu adegan yang menurutku lebay yaitu saat
Meirose kabur dari rumah Pras dan Arini dengan memberitahunya melalui video di
ponsel miliknya. Adegan memberitahu lewat video cukup terjadi satu kali saja
saat Meirose curhat tentang masa lalunya sebelum kecelakaan. Memberitahu kalau
dia ingin pergi ke Jakarta melalui kertas bukankah lebih sederhana? Oiya,
adegan antara Pras, Arini, dan Meirose mengingatkanku pada film Kuch-Kuch Hota
Hai antara Rahul, Tina, dan Angeli. Hahaha.
Pokoknya film ini recommended untuk ditonton karena banyak
pelajaran yang dapat dipetik di dalamnya. Tokoh Pras mengajarkan kita untuk
saling tolong menolong sesama manusia tanpa pandang bulu, sementara Arini dan
Meirose mencontohkan untuk bersikap sabar dan ikhlas.
Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa melakukan sesuatu untuk membuat orang lain bahagia. - Meirose
Surga adalah tempat untuk orang-orang yang ikhlas dan pandai bersyukur. - Pras
1 komentar:
Waaah keren.. kamu resensi film lagi dong buat Nuansa. :D
Posting Komentar