Kamis
malam, agendaku malam itu adalah menghadiri rapat koordinasi di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM). Aku berangkat pukul 20.00 WIB menuju UKM dengan mengendarai
sepeda motor, tetapi sebelumnya aku harus menjemput Annisa temanku supaya kami
bisa ke UKM bersama. Tiba di kosnya Annisa, tidak seperti biasanya, pintu
kamarnya terkunci dan tidak ada orang di dalam. Aku segera menghubungi Annisa
melalui pesan singkat untuk mengajaknya rapat koordinasi di UKM. Kemudian,
ponselku bordering tanda ada pesan singkat masuk dari Annisa. Ia mengatakan
bahwa ia sedang berada di kos temannya untuk mengerjakan tugas kelompok dan
tidak bisa pergi bersamaku ke UKM. Sudah capek ke kos Annisa, malah ia tidak
berangkat. Memang ini salahku juga, aku tidak menanyakan padanya terlebih
dahulu apakah akan berangkat ke UKM atau tidak.
Lalu, aku pergi ke kosnya Micil
untuk mengajaknya berangkat bersama ke UKM. Tiba di kosnya Micil, ternyata
Micil juga tidak ingin berangkat rapat di UKM. Aku membujuknya berulang kali,
tetapi tetap saja ia tidak mau aku ajak ke UKM. Akhirnya, aku memutuskan
berangkat rapat sendirian ke UKM. Tiba di UKM, ternyata Teguh, Dian, dan Imron
sudah menungguku sejak tadi. Aku merasa tidak enak sehingga aku mulai saja
rapat koordinasinya.
Setelah rapat selesai, Teguh
mengajak kami ke kedai kopi. Aku mengusulkan untuk menunggu Rais dan Jazidi
yang sejak tadi sedang meliput sebuah acara di Fakultas Teknik. Sembari
menunggu, aku mengerjakan tugas kuliah sesekali ngobrol dengan Mas Aziz, Dian,
Teguh, dan Imron. Satu jam kemudian, Rais dan Jazidi datang. Kami segera menuju
ke sebuah kedai kopi Pak Dhe yang terletak di depan gerbang utama Unnes.
Kami memilih tempat duduk di pojok
supaya tidak terganggu dengan yang lain. Jujur saja, sebenarnya ini pertama
kali aku, Teguh, Rais, Dian, dan Jazidi berkumpul bersama di kedai kopi.
Sebelumnya, kami sering berencana mengadakan rapat di kedai kopi, tetapi selalu
gagal. Entah ada mukjizat apa yang membuat kita berhasil berkumpul seraya
menikmati seduhan kopi hingga larut malam, padahal kali ini tidak direncanakan.
Di saat kumpul bersama, ada peraturan yang harus kami taati yakni dilarang
sibuk dengan ponsel masing-masing, sebab kami sadar bahwa percuma berkumpul
bersama tetapi sibuk dengan ponsel masing-masing. Oleh sebab itu, kami puaskan
berbagi cerita dan tertawa melewati malam menjelang pagi.
Disana kami bermain kartu, tetapi
bukan kartu judi. Semacam permainan anak kecil yang mana hasil kemenangan kita
diserahkan pada takdir. Entahlah, aku lupa nama permainan tersebut. Aku baru
pertama kali memainkannya, itu pun terpaksa karena aku tidak suka bermain
kartu. Atas nama solidaritas pertemanan, aku rela bermain kartu meskipun tidak
bisa. Satu kali permainan tidak disangka bahwa aku lah pemenangnya.
Teman-temanku pun heran mengapa orang yang mengaku tidak pernah bermain kartu
sebelumnya bisa mengalahkan orang-orang yang berpredikat master kartu seperti
teman-temanku. Pada permainan tersebut, pemenang berhak mengajukan pertanyaan
bagi yang kalah. Pada kesempatan itulah, momen untuk saling buka rahasia selama
kami berteman.
Setelah bosan bermain kartu dan
hidangan di atas meja telah lenyap, tiba-tiba pelayan café menghampiri kami
kemudian memberikan daftar pesanan yang harus kami bayar, serta tak lupa
memberitahu kami bahwa sebentar lagi café tersebut akan segera tutup. Kami
sadar bahwa saat itu sudah pukul 1 pagi dan esoknya kami harus kuliah.
Mengingat sudah diusir secara halus oleh pelayan café, kami memutuskan pulang
ke kos masing-masing.
Tiba di kos, aku segera beranjak
menuju tempat tidur. Sebelum terpejam, aku sempat berpikir bahwa dibalik
kesusahan ada kebahagiaan menunggu kita. Sempat kecewa karena gagal membujuk
Annisa dan Micil berangkat ke UKM, ternyata ada hal yang membuat aku bahagia
yaitu masih diberi kesempatan berkumpul dan berbagi cerita bersama teman-teman
setelah seringkali kami gagal berkumpul bersama.
0 komentar:
Posting Komentar