Entah kenapa akhir-akhir ini aku mudah
sekali menangis. Lho, bukankah diriku memang tipe orang yang mudah menangis.
Aku silakan kalian menyebutku cengeng. Ya memang inilah diriku. Daripada keluh
kesahku ku limpahkan dengan misuh-misuh,
seringkali seluruh keluh kesahku melebur menjadi tetes-tetes air mata yang
mengalir tanpa diminta.
Barangkali aku terlalu capek dengan
masalahku, tepatnya pada rutinitasku. Sebenarnya bukan masalah, melainkan
banyak kesibukan yang menyita waktuku. Rasa capek itulah kadang membuatku mudah
terbawa perasaan; mudah perasa. Sesungguhnya diriku lelah menjadi manusia yang
mudah perasa.
Terkadang, aku masih saja
mempertanyakan pada diriku sendiri. Mengapa masih ada orang yang percaya
padaku; memberikan amanah padaku. Bukan maksudku untuk mengeluh, tapi mereka
tahu bahwa aku bukan sepenuhnya orang yang benar-benar kuat seperti yang mereka
lihat. Aku sedang berusaha menutupi kesedihanku. Padahal masih banyak orang
lain yang tersisa di sana. Mengapa harus aku? Bukankah mereka juga layak
dipercaya?
Dan yang paling membuatku gelisah
belakangan (dua tahun) ini adalah salah seorang temanku. Aku pernah mengira
mungkin dia satu-satunya orang yang paling tulus yang aku kenal. Namun,
belakangan ini aku berpikir ulang apa mungkin orang yang tiap ku mintai tolong
selalu sulit ini adalah temanku? Manusia yang benar-benar tulus? Aku
terus berusaha menyangkal asumsi aneh dari pikiranku. Mulai detik ini harusnya
aku sudah mulai sadar. Dia bukan manusia tulus yang aku tunggu.
0 komentar:
Posting Komentar