Surat Untuk Kurcaci Gurem

Orang yang semangat harus tetap disemangati, bahkan orang yang paham pun harus tetap dipahamkan.
            Mungkin kamu melihatku sebagai orang yang selalu semangat, terlebih dalam hal keredaksian seperti liputan. Benar, aku memang orang yang selalu (berusaha) punya cadangan semangat untuk itu, tetapi kamu salah. Bukan karena aku tipe manusia yang penuh semangat, tetapi karena aku memiliki alasan lain sebab aku melakukannya bersamamu. Aku selalu berusaha tidak mengecewakanmu, selalu aku usahakan waktuku untuk menemanimu liputan. Apakah kamu melakukan hal sama demi aku?
            Setiap anggota tim telah berkorban, baik dalam hal waktu, energi untuk media yang sedang kita ampu. Ada salah satu awak yang berkata padaku, “Berkontribusi bukan hanya dalam tulisan saja, Yunita.” Iya, aku paham itu. Bukankah dalam keredaksian menuntut kita untuk banyak berkontribusi melalui tulisan? Kalaupun bukan melalui tulisan, apakah kamu berkorban dengan waktumu? Ah, menunggu yang lain untuk rapat saja pun kamu tak mau. Setiap orang berlomba-lomba menjadi orang yang paling ditunggu. Seharusnya bukan itu yang harus dikejar, tetapi berpikirlah bagaimana media kita menjadi sesuatu yang selalu ditunggu-tunggu pembaca. Aku pernah mendengar, “Apa yang bisa aku bantu? Mengedit tulisan gak bisa. Apalagi ngelayout? Ngapain aku ikutan lembur?” Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kita ini satu tim, jadi bekerja pun semestinya satu tim. Sadarkah kamu bahwa kehadiranmu saja membuatku senang. Kamu tak perlu capek-capek mengedit atau melayout, temani saja aku saat sedang belajar jurnalistik. Manfaatkan waktu untuk belajar bersama dan berbagi cerita bersama. Ceritakan pengalaman-pengalamanmu padaku agar mataku tak terpejam ketika harus bekerja semalaman mengejar deadline.
              Lama bekerja sama dalam satu tim membuat kita saling mengenal satu dengan yang lain. Ada yang sama sekali tidak kenal kini dekat, ada juga yang pernah dekat kini semakin jauh. Dekat karena aku nyaman berbagi hal denganmu, seperti diskusi, liputan bersama, dan sebagainya. Bila kita semakin jauh berarti ada yang salah dengan salah satu diantara kita, mungkin saja kamu yang kurang suka dengan sikapku atau aku yang sengaja menjaga jarak denganmu. Di luar dekat atau jauh, aku harap kita masih tetap bersama berjuang dan tinggal dalam satu rumah yakni organisasi kita. 
               Aku sadar dengan sifat baper yang aku miliki. Akan tetapi, aku memiliki alasan mengapa aku baper yakni tidak ada alasan lain selain karena sifatmu. Dengan segala kebaperanku, aku minta maaf bila selama ini sifat ini sangat menggaggu. Tetaplah jadi bagian dari cerita hidupku yang akan aku tulis, 

Kawanmu yang baper,
Yunita

Ngopi Bareng di PakDhe

Kamis malam, agendaku malam itu adalah menghadiri rapat koordinasi di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Aku berangkat pukul 20.00 WIB menuju UKM dengan mengendarai sepeda motor, tetapi sebelumnya aku harus menjemput Annisa temanku supaya kami bisa ke UKM bersama. Tiba di kosnya Annisa, tidak seperti biasanya, pintu kamarnya terkunci dan tidak ada orang di dalam. Aku segera menghubungi Annisa melalui pesan singkat untuk mengajaknya rapat koordinasi di UKM. Kemudian, ponselku bordering tanda ada pesan singkat masuk dari Annisa. Ia mengatakan bahwa ia sedang berada di kos temannya untuk mengerjakan tugas kelompok dan tidak bisa pergi bersamaku ke UKM. Sudah capek ke kos Annisa, malah ia tidak berangkat. Memang ini salahku juga, aku tidak menanyakan padanya terlebih dahulu apakah akan berangkat ke UKM atau tidak.
            Lalu, aku pergi ke kosnya Micil untuk mengajaknya berangkat bersama ke UKM. Tiba di kosnya Micil, ternyata Micil juga tidak ingin berangkat rapat di UKM. Aku membujuknya berulang kali, tetapi tetap saja ia tidak mau aku ajak ke UKM. Akhirnya, aku memutuskan berangkat rapat sendirian ke UKM. Tiba di UKM, ternyata Teguh, Dian, dan Imron sudah menungguku sejak tadi. Aku merasa tidak enak sehingga aku mulai saja rapat koordinasinya.
           Setelah rapat selesai, Teguh mengajak kami ke kedai kopi. Aku mengusulkan untuk menunggu Rais dan Jazidi yang sejak tadi sedang meliput sebuah acara di Fakultas Teknik. Sembari menunggu, aku mengerjakan tugas kuliah sesekali ngobrol dengan Mas Aziz, Dian, Teguh, dan Imron. Satu jam kemudian, Rais dan Jazidi datang. Kami segera menuju ke sebuah kedai kopi Pak Dhe yang terletak di depan gerbang utama Unnes.
            Kami memilih tempat duduk di pojok supaya tidak terganggu dengan yang lain. Jujur saja, sebenarnya ini pertama kali aku, Teguh, Rais, Dian, dan Jazidi berkumpul bersama di kedai kopi. Sebelumnya, kami sering berencana mengadakan rapat di kedai kopi, tetapi selalu gagal. Entah ada mukjizat apa yang membuat kita berhasil berkumpul seraya menikmati seduhan kopi hingga larut malam, padahal kali ini tidak direncanakan. Di saat kumpul bersama, ada peraturan yang harus kami taati yakni dilarang sibuk dengan ponsel masing-masing, sebab kami sadar bahwa percuma berkumpul bersama tetapi sibuk dengan ponsel masing-masing. Oleh sebab itu, kami puaskan berbagi cerita dan tertawa melewati malam menjelang pagi.
            Disana kami bermain kartu, tetapi bukan kartu judi. Semacam permainan anak kecil yang mana hasil kemenangan kita diserahkan pada takdir. Entahlah, aku lupa nama permainan tersebut. Aku baru pertama kali memainkannya, itu pun terpaksa karena aku tidak suka bermain kartu. Atas nama solidaritas pertemanan, aku rela bermain kartu meskipun tidak bisa. Satu kali permainan tidak disangka bahwa aku lah pemenangnya. Teman-temanku pun heran mengapa orang yang mengaku tidak pernah bermain kartu sebelumnya bisa mengalahkan orang-orang yang berpredikat master kartu seperti teman-temanku. Pada permainan tersebut, pemenang berhak mengajukan pertanyaan bagi yang kalah. Pada kesempatan itulah, momen untuk saling buka rahasia selama kami berteman.
            Setelah bosan bermain kartu dan hidangan di atas meja telah lenyap, tiba-tiba pelayan café menghampiri kami kemudian memberikan daftar pesanan yang harus kami bayar, serta tak lupa memberitahu kami bahwa sebentar lagi café tersebut akan segera tutup. Kami sadar bahwa saat itu sudah pukul 1 pagi dan esoknya kami harus kuliah. Mengingat sudah diusir secara halus oleh pelayan café, kami memutuskan pulang ke kos masing-masing.
              Tiba di kos, aku segera beranjak menuju tempat tidur. Sebelum terpejam, aku sempat berpikir bahwa dibalik kesusahan ada kebahagiaan menunggu kita. Sempat kecewa karena gagal membujuk Annisa dan Micil berangkat ke UKM, ternyata ada hal yang membuat aku bahagia yaitu masih diberi kesempatan berkumpul dan berbagi cerita bersama teman-teman setelah seringkali kami gagal berkumpul bersama.

Belum Siap Ditinggal atau pun Meninggalkan

Tidak heran beberapa orang memutuskan menghilang karena tidak siap meninggalkan atau pun ditinggalkan.
            Apakah suatu saat nanti waktu yang membuatku memilih melakukan hal seperti itu atau aku akan tetap bertahan melihat keadaan yang tidak seperti semula. Aku merasa nyaman bersama mereka. Aku merasa memiliki keluarga karena mereka. Disaat aku jenuh dan muak dengan hal yang harus aku jalani, bersama mereka aku melupakan hal memuakkan itu.
            Mungkin sudah waktunya orang-orang lama akan tergantikkan oleh orang-orang baru. Yah, begitulah siklus kehidupan. Aku belum siap meninggalkan. Begitu pula aku tidak siap ditinggalkan. Apakah ini hanya ketakutanku saja? Aku takut perhatian mereka akan bergeser pada orang-orang baru. Kemarin, aku bertanya pada salah seorang diantara mereka.
             “Kalau sudah ada orang-orang baru, apakah kau akan tetap baik padaku?” Ia menjawab, “tentu saja.” Aku harap dia menepati ucapannya. Aku juga berharap tidak hanya dia, tetapi mereka, kalian  orang-orang yang aku sayangi. Terima kasih telah mengajakku melewati berbagai cerita. Aku harap semuanya tidak akan berubah dimana saatnya orang-orang baru datang. 

Malang Tak Dapat Ditolak

“Ini bukan salah kamu, Yun atau pun salah siapa pun. Musibah tidak ada yang tahu.” Begitulah sepenggal kalimat yang diucapkan Anita padaku melalui BBM. Hari ini aku dan ayahku tertimpa musibah. Motor yang kami kendarai menuju Semarang menabrak motor pengendara lain yang sedang melintas di perempatan lampu lalu lintas. Baru kali ini aku mengalami kecelakaan. Sebelum-sebelumnya terkadang aku hampir kecelakaan tetapi Allah menyelamatkanku berkali-kali, misal ditabrak mobil, terseret truk gandeng, tertabrak truk pemuat pasir. Dan semuanya selalu berakhir dengan hampir. Terkadang aku berpikir, andaikan ketika aku mengalami kecelakaan, lebih baik aku meninggal saja sebab aku tak mau melihat ayahku dan adikku  menangis melihatku terbaring lemah di kasur rumah sakit. Lebih baik meninggal seketika sehingga aku tak perlu lagi merepotkan ayah dan keluarga, aku tidak perlu memaksa adikku yang memang enggan belajar, dan aku tidak perlu lagi menunggu orang yang tidak akan pernah datang. Semua masalahku di dunia juga akan berakhir. Kemudian aku menertawakan diriku sendiri sebagai pengecut. Jikalau kalian juga ingin menertawakanku, silakan saja. Aku tidak peduli, toh aku sudah mati dan tidak akan kembali ke dunia penuh kepura-puraan ini. Dunia yang palsu. Ya, semua yang ada di dunia ini palsu. Akan tetapi, aku meyakini ada hal yang tidak palsu yakni; kasih sayang Allah pada makhluk-Nya dan kasih sayang ayah dan adikku. Selain itu, PALSU!
            Kembali ke poin awal, motor yang kami tabrak milik seorang wanita gendut dengan titel guru di pundaknya. Aku tidak percaya bahwa dia seorang guru. Sikapnya yang jauh dari kata bijaksana semakin menguatkan hal itu. Dia menyita KTPku, kunci motorku, dan SIM milik ayah. Padahal motornya yang rusak hanya pada bagian plastik penutup knalpot saja, sementara motorku bagian belakang bengkok dan plat motor yang pecah. Iya, ini memang kesalahan ayah karena tidak mengetahui ada lampu merah dan kesalahanku karena aku ingin bawa motor saat kuliah. Namanya juga musibah, semestinya dia juga memahami kami. Dia malah minta ganti rugi motor dan mengganti celana seragamnya yang lecet seharga 400 ribu rupiah. Padahal hanya celananya saja yang lecet, itu pun tidak sampai sobek. Dia memaksa ayah untuk membelikan bahan seragam kerjanya seharga 400 ribu rupiah. Sungguh tidak adil. Mungkin dunia sudah mengajarkan ilmu adil padanya.
            Bahkan aku sempat mengeluarkan kata-kata kotor pada wanita itu. Sebelumnya aku tak pernah seperti itu. Saat aku mengeluarkan kata-kata kotor itu, ayahku sampai melarang aku berbicara kotor seperti itu. Aku emosi, aku tidak rela mendengar orang lain memarahi ayah padahal ayah adalah orang yang bertanggung jawab, tetapi wanita itu memfitnah kami akan kabur melarikan diri tanpa bertanggung jawab. Alhamdulillah, datanglah mediator yang menyelesaikan permasalahan kami, entah itu adil atau enggak. Karena mediator tersebut adalah anggota keluarga dari ibu gendut itu. Ketika masalah dapat diselesaikan, semuanya berjabat tangan, aku malas menyentuh orang titisan syaiton seperti itu.
            Setelah perjalanan kita sampai di Kendal, kami berhenti di sebuah bengkel untuk memperbaiki motor kami yang rusak. Saat sampai di Semarang, kami mampir di sebuah rumah makan. Ayah menyuruhku makan, tetapi aku tidak nafsu makan mengingat wajah ibu gendut itu. Aku kenyang mendengar ocehan ibu gendut. Disana, aku kira ayah akan memarahiku karena kemarin-kemarin aku merengek meminta membawa motor saat kuliah. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah menciptakan seorang laki-laki dengan hati selembut kapas dan aku beruntung laki-laki yang telah Tuhan ciptakan itu adalah ayahku. Mungkin Tuhan menciptakan hati ayah dari jenis kapas terbaik di surga. Ayah tidak memarahi atau pun menyalahkanku.
            Tiba di kosku, ayah melaksanakan sholat dan meminta segera kembali ke Tegal karena badanya pegal akibat kecelakaan tadi. Kami menuju stasiun Poncol untuk membeli tiket kereta api. Aku pamit pulang ke kos sendiri karena aku sudah tahu sedikit jalan di kota Semarang, tetapi ayah memaksaku untuk mengantarku sampai  kosku. Aku tidak ingin terlalu merepotkan ayah. Ayah malah bilang, “Ayah ini laki-laki, bisa kapan saja pulang. Sedangkan kamu itu perempuan, aku mengkhawatirkan keselamatanmu.” Karena kami berdua sama-sama keras kepala, proses negosiasi kami menghasilkan ayah mengantarkanku sampai jembatan besi dan ayah akan diantar oleh ojek sampai stasiun. Ayah memintaku pulang dulu, padahal aku ingin melihat ayah. Ayah memintaku untuk segera menghubunginya jika aku sudah tiba di kos.
            Dibalik musibah, ada hikmah yang bisa dipetik. Begitulah pepatah berkata. Memang banyak sekali hikmah yang aku petik dari kejadian ini, antara lain:
1. Semestinya aku mendengar nasihat ayah dan tidak menuruti egoku
2. Selesaikan masalah dengan kepala dingin
3. Orang miskin lebih peduli pada orang lain dibandingkan orang yang berada
4. Sebuah keputusan yang diambil  berbanding lurus dengan konsekuensinya
5. Taatilah peraturan lalu lintas
6. Kasih sayang orangtua tidak ada batasnya
7. Saya benci diri saya sendiri.

[Resensi] Surga Yang Tak Dirindukan

Kesan pertama ketika kamu mendengar atau membaca kalimat Surga Yang Tak Dirindukan mungkin kalian akan tertawa meringis. Mungkin saja kamu akan membayangkan dan mengartikan bagaimana bisa tempat (yang katanya) seindah surga tidak dirindukan (?) Bahkan di setiap khutbah kita terbiasa mendengar sang penceramah menyuruh kita untuk giat beribadah sebagai syarat masuk suatu tempat bernama surga. Namun, surga yang akan aku bahas kali ini berbeda. Aku akan mengulas sebuah film yang baru saja aku tonton di bioskop baru di kotaku. Hahaha. Aku bersyukur kotaku mengalami sedikit kemajuan dengan adanya bioskop.
          Film tersebut berjudul Surga Yang Tak Dirindukan, film ini diadaptasi dari novel karya Asma Nadia dengan judul yang sama. Sebenarnya motivasiku nonton film ini bukan karena isi ceritanya, tetapi karena ada sepasang cast yang mencuri perhatianku yakni Fedi Nuril dan Raline Shah. Aku jatuh cinta sama chemistry mereka sejak film 5cm. Surga Yang Tak Dirindukan adalah film ketiga mereka bermain bersama kembali setelah 5cm dan Supernova.
          Mungkin salah satu alasan yang membuat kamu malas nonton film ini adalah prasangka tentang kesamaan cerita dengan salah satu sinetron dengan penulis yang sama pula. Tenanggg dulu, film ini dikemas dengan elegant! Kalian akan dibawa oleh alur cerita yang menguras emosi dan air mata. Dalam film ini, kamu akan menjumpai kata surga dan dongeng yang banyak disebut dalam setiap dialognya. Yaa memang, film ini menceritakan tentang dongeng yang dibangun oleh Arini dan Pras untuk mencapai surga-Nya. Surga disini dapat juga diartikan sebagai kebahagiaan.
          Pada scene pertama, kamu akan menjumpai seorang anak laki-laki yang melihat ibu kandungnya bunuh diri di depan matanya. Scene ini membuat saya heran adakah hubungan dengan cerita intinya yakni tentang poligami. Woh!! Terrnyata adegan itu adalah kenangan pahit yang coba penulis ceritakan dengan sederhana melalui mimpi yang dialami Prasetya (Fedi Nuril). Prasetya, yang biasa dipanggil Pras adalah seorang yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan di Yogyakarta. Pras tumbuh menjadi laki-laki yang ringan tangan. Banyak adegan yang menunjukkan dirinya menolong orang lain. Sifat Pras yang ringan tangan terkadang membuat celaka dirinya sendiri.
          Perjalanan Pras yang sedang melakukan penelitian untuk tugas kuliahnya membawanya bertemu seorang gadis cantik yang pandai mendongeng bernama Arini (Laudya Chintya Bella). Pertemuan pertamanya dengan Arini menumbuhkan benih-benih cinta. Ada dialog yang membuat penonton tertawa saat Arini mengajak Pras sholat.
Arini : “Mas Pras mau jadi imam?”
Pras   : “Secepat ini?” (melongo)
Arini : “Maksud saya, imam untuk sholat dzuhur.”
          Pras mengira Arini mengajaknya melangkah ke jenjang pernikahan padahal mereka baru saja bertemu. Dongeng pun dimulai. Kehidupan rumah tangga Pras dan Arini berlangsung bahagia, mereka dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nadia. Konflik pun dimulai saat hadirnya orang ketiga yakni Meirose (Raline Shah). Wanita malang yang bernasib sama seperti Pras, broken home. Pras menemukan Meirose dalam suatu kecelakaan yang dilakukan oleh Meirose sendiri. Pras segera melarikannya ke rumah sakit. Sebuah video pada ponsel milik Meirose yang direkam sendiri oleh Meirose sebelum kecelakaan ditemukan oleh Pras. Video tersebut menceritakan latar belakang kehidupan malang Meirose yang ditinggal pergi oleh kedua orangtuanya. Terlebih lagi kondisi Meirose yang sedang hamil dan hanya dijanjikan menikah oleh laki-laki yang telah menghamilinya. 
          Salah satu adegan yang menguras emosi dan air mata adalah adegan Meirose yang mencoba melompat dari gedung rumah sakit yang kemudian diselamatkan oleh Pras. Disanalah seorang Prasetya menunjukkan kebaikannya. Pras berkata: “Demi Allah, aku akan menikahimu nanti, asal kamu jangan lompat!” Kurang lebih sih begitu lah dialognya. Kemudian Meirose menjawab dengan kalimat yang menurutku menohok bagi kaum laki-laki, “Kebanyakan laki-laki bersembunyi pada kata nanti.” Pras menolong Meirose supaya tidak jadi lompat dari gedung, tujuannya tidak lain agar tidak ada lagi orang yang bernasib sama seperti dirinya yang menderita akibat masalah rumah tangga. Pras memiliki rasa senasib dengan Meirose yang ditinggal mati orangtua dan ia tak ingin bayi yang dilahirkan Meirose bernasib sama seperti Pras dan Meirose.
          Pernikahan Pras dan Meirose disaksikan oleh kedua sahabat Pras yang bernama Amran (Kemal Pahlevi) dan Hartono (Tata Ginting). Adanya dua sahabat Pras ini turut menggiring persepsi penonton dalam menyikapi poligami yang dilakukan oleh Pras. Hartono menjalin hubungan dengan sahabat Arini yang bernama Mita, ini menujukkan dalam film ini juga mengangkat friendzone. Xoxoxo. Namun, friendzone antara Hartono dan Mita bisa dibilang berjalan sukses karena mereka berencana melanjutkan ke pelaminan. Tokoh Hartono adalah tokoh yang bersikeras melarang Pras melakukan poligami namun dia sendiri tidak bisa menjajikan pada Mita bahwa dia tidak akan melakukan poligami. Sementara Amran membawa warna bagi film ini. Sejak scene awal, Amran adalah tokoh pertama yang membuat penonton tertawa karena kekoplakannya. Namun, berbeda dengan Hartono, Amran tidak diceritakan memiliki kisah cinta. Jadi, penonton tidak tahu apakah dia jomblo atau sedang melakukan ta’aruf. Hehe.
          Adegan yang paling menegangkan adalah ketika Arini mengetahui bahwa Pras memiliki wanita lain. Hal itu terungkap dari pembantu rumah tangga di rumah Arini yang menemukan bon pembayaran persalinan Meirose. Saya lagi-lagi menggumam, “Kenapa pembantu rumah tangga selalu polos, namun kepolosannya itu terkadang membawa petaka bagi beberapa orang?” Hahaha. Adegan Arini yang marah besar sungguh keren! Beberapa perabotan rumah jatuh dan suara kemarahannya terdengar oleh orang lain pas seperti kebanyakan suami istri ketika sedang bertengkar. Pada bagian ini, penonton bahkan sempat dibuat ketawa oleh tingkah laku pembantu rumah tangga Arini dan Pras yang berusaha ingin tahu apa yang sedang terjadi dengan kepolosan yang melekat di wajahnya.
          Diantara kedua sahabat Arini, yakni Lia dan Mita. Menurutku pemeran Lia kurang pas dalam memerankan Lia karena melihat dari wajahnya yang menurutku tidak seumuran dengan Arini dan Mita. Menurutku, pemeran Lia terlalu dewasa dan kurang keibuan. Namun, pemeran Lia ini mampu membuat aku kagum saat dia sedang berakting kecewa dengan suaminya yang diduga selingkuh dengan wanita lain. Akting nangisnya itu lho.. Dalem!!!
          Menurutku, di film ini tidak ada pemeran antagonis karena Meirose sebenarnya adalah wanita yang baik. Takdir yang mempertemukannya dengan pria baik bernama Prasetya. Dari situlah, aku semakin percaya bahwa pria baik ditakdirkan untuk perempuan baik sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an. Suka adegan makan malam antara Pras dan Meirose di rumah Meirose. Keduanya masih canggung saat makan bersama, terlebih lagi status mereka sudah suami istri tetapi belum mengenal satu sama lain. Di film ini banyak adegan antara Pras dengan Meirose dibandingkan Pras dengan Arini. Dimulai dari Pras menolong Meirose yang kecelakaan, Pras menikahi Meirose, Pras menemani Meirose merawat baby Akbar (putra Meirose), Pras mengajari Meirose tentang agama Islam. Uuuuwuwuu.. so sweet! Mudah-mudahan ada film keempat yang mempertemukan Fedi Nuril dan Raline Shah (lagi).
          Banyak adegan yang tak terduga dari film ini. Beberapa diantaranya ayah Arini yang ternyata berpoligami tanpa sepengetahuan istrinya dan Arini. Hal itu diketahui ketika datang dua orang wanita yakni ibu dan anak perempuan seusia Arini yang datang melayat jenazah ayah Arini. Kemudian adegan dimana Arini menelpon Pras untuk membantu Meirose dalam merawat Akbar yang sakit, padahal saat itu dia sedang kecewa dengan Pras karena Pras terlambat menghadiri pementasan dongeng oleh Nadia. Selain itu, keputusan Meirose untuk pergi ke Jakarta dengan menitipkan Akbar kepada Pras dan Arini dengan alasan untuk memulai hidup baru menjadi Meirose yang baru, padahal alasan sebenarnya adalah ia tidak ingin merusak dongeng wanita lain yang disebabkan oleh dirinya karena tidak ada wanita yang benar-benar rela berbagi suami dengan wanita lain.
          Namun, ada suatu adegan yang menurutku lebay yaitu saat Meirose kabur dari rumah Pras dan Arini dengan memberitahunya melalui video di ponsel miliknya. Adegan memberitahu lewat video cukup terjadi satu kali saja saat Meirose curhat tentang masa lalunya sebelum kecelakaan. Memberitahu kalau dia ingin pergi ke Jakarta melalui kertas bukankah lebih sederhana? Oiya, adegan antara Pras, Arini, dan Meirose mengingatkanku pada film Kuch-Kuch Hota Hai antara Rahul, Tina, dan Angeli. Hahaha.
          Pokoknya film ini recommended untuk ditonton karena banyak pelajaran yang dapat dipetik di dalamnya. Tokoh Pras mengajarkan kita untuk saling tolong menolong sesama manusia tanpa pandang bulu, sementara Arini dan Meirose mencontohkan untuk bersikap sabar dan ikhlas.
Kebahagiaan sejati adalah ketika kita bisa melakukan sesuatu untuk membuat orang lain bahagia. - Meirose
 Surga adalah tempat untuk orang-orang yang ikhlas dan pandai bersyukur. - Pras

Mengeluh?

Ternyata mencegah diri kita agar tidak mengeluh lebih berat dibandingkan mengeluhkan apa yang kita keluhkan. Ketika kamu merasa tidak ada orang yang tepat untuk menumpahkan segala curahan hati terutama keluhan atau perasaan sedih, kita pasti akan memilih Tuhan sebagai tempat yang paling tepat mencurahkan segala isi hati. Bukankah Tuhan Maha Mendengar? Dia pasti mendengar segala isi hati kita meskipun tidak diungkapkan. Jika kita merasa Tuhan lah pilihan tepat tempat untuk berbagai terutama keluh kesah kita dalam bertahan di dunia yang tidak jelas ini, tetapi saya pernah mendengar bahwa Tuhan tentu akan lebih senang menerima kita saat berdoa jika kita datang pada-Nya dengan tersenyum tanpa ada kata mengeluh. Saya pikir, jika Tuhan maunya begitu tentu kita sebagai hamba yang membutuhkan belas kasihnya harus melaksanakan keinginan Tuhan. Jadi, simpulannya adalah seberat apapun beban yang kita tanggung, tidak pantas bagi kita mengeluh pada Sang Kuasa. Bukankah cobaan yang diberikan oleh Tuhan tidak sebanding dengan besarnya karunia Tuhan yang telah diberikan untuk kita. Sebagai ganti untuk mengeluh memang sebaiknya adalah bersyukur. Rintangan pasti akan berlalu. Sementara karunia-Nya akan terus mengalir bahkan lebih besar jika kita dapat mensyukurinya. 

Terjebak Hujan dalam Mimpi

Namanya juga mimpi, jadi jatohnya aneh dan (pasti) gak mungkin, but I wanna sharing just for you. Kisah mimpi ini berawal dari rumah lama budheku, aku sering nginep disana. Tiba-tiba ada kak Danni dateng mau numpang nginep karena lagi PKL di daerah itu. Kak Danni orangnya ramah dan kocak banget. Pas kita lagi becanda, kak Danni izin keluar sebentar. Eh, pas balik lagi dia bawa cowok ketjeh bingit namanya kak Dennis. Ya ampun, gak salah nih dia kan orang yang bikin aku galau selama 4 tahun terakhir ini. Kak Dennis Cuma duduk di ruangan tengah. Nyapa aku pun enggak. Sudah aku tebak, ini orang masih jutek kayak dulu sejak aku bertemunya pertama kali. Pengen nyapa duluan, tapi langsung inget status dia yang tak jomblo lagi. Ikhlas kok Inshaa Allah ikhlas.. Sama-sama gaul dan kaya. Pasti dua keluarga merestui. Duh, ngomong apasik aku ini. Karena aku bete di kamar gara-gara ada kak Dennis tapi aku gak bisa ngobrol. Akhirnya, aku pilih keluar kamar lanjut ke luar rumah menuju balai desa (sebut saja balai desa, soalnya semalem bingung itu tempat apaan banyak kursinya. Silakan berimajinasi). Ketika keluar kamar, aku dikagetkan oleh kak Dennis yang sedang duduk sembari mengobrol dengan kak Danni di depan kamar. Aku pura-pura gak peduli.
Sampai disana, aku duduk di sebelah perempuan seusiaku tapi lebih tuaan dia. Mwwehehehe. Entah siapa gerangan namanya. Tiba-tiba bangku kosong sebelahku ada yang menduduki.Ternyata yang mendudukinya adalah kak Dennis. Aku mencoba memberanikan diri menyapanya.
“Loh, kak Dennis. Ngapain disini?” *nada jutek*
“Kamu juga ngapain disini?” *ikut2 nada jutek*
“Gak tau. Terserah aku dong.” *masih jutek*
“Yaudah.” *TETEUPPP JUTEK*
Tak disangka, tiba-tiba hujan turun. Angin berhembus kencang menggoyangkan ranting-ranting pohon dengan hebatnya. Seluruh orang yang ada disana lari berhamburan. Aku segera lari menyelamatkan diri menuju rumah budheku. Sampai di tengah jalan, aku teringat kak Dennis. Bagaimana nasibnya? Aku takut dia tak tau jalan pulang. Aku segera berbalik arah menuju tempat itu lagi untuk mencari kak Dennis, tetapi aku malah lupa jalan dan tersesat.
Kemudian adzan subuh memanggilku dari peraduannku untuk menunaikan kewajibanku. Mimpi itu berakhir tragis karena aku tak bisa menyelamatkan orang yang aku sayangi. Ketika pagi tiba, aku menulis ini pun masih dalam kondisi sedih mengenaskan karena masih terbayang bagaimana kondisi kak Dennis yang terjebak hujan. 

First Love

Sore-sore sendirian di rumah gara-gara semua penghuni rumah pada datang ke acaranya bulik, dari pada bete mending nonton tv. Tumben acaranya lagi bagus sampe aku bingung mau nonton yang apa. Salah satu dilema terberat adalah harus pilih salah satu diantara nonton Junior Master Chef Indonesia atau film Marmut Merah Jambu. Ini berat bangeettt.. Akhirnya aku pilih dua-duanya. Pertama nonton Junior Master Chef dulu, pas iklan diganti ke Marmut Merah Jambu,
Nah, pas diganti ke film Marmut Merah Jambu, Disitu si tokoh yang bernama Cindy ngomong ke Dika, intinya kalo gak salah sih begini, "Lo pernah gak sih di saat keramaian lo malah inget cinta pertama lo waktu SMA. Gue ngerasain itu dan gue malah melewatkannya. Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu yang berlari di sebuah roda. Seolah berjalan jauh tapi sebenarnya gak kemana-mana. Capek tau."
Terus si Dika bilang, "berhenti yuk!" Hanya dua kata, tapi itu nancep! Romantis!!!
Dari omongan Cindy, bikin aku menyesal melewatkan cinta pertamaku waktu SMA. Salut banget sama si Cindy yang mendem perasaan selama 11 tahun. Yaelah, aku baru 4 tahun udah hampir nyerah gini. Mudah-mudahan cinta kalian gak kayak aku dan Cindy ya dan orang yang kalian suka tau kalo kalian sayang sama dia. Berharap nanti dipertemukan kembali kayak Cindy & Dika dengan cara yang indah.

Thank you 2014

Menurutku, tahun 2014 adalah tahun perjuangan. Kenapa? Karena selama tahun itu aku berusaha lebih dari biasanya dan beberapa impianku terwujud di tahun 2014. Waktu tahun 2014 awal sampai pertengahan kan aku masih kelas 12 SMA. Saat dimana aku harus menghadapi Ujian Nasional dan harus mikirin mau dibawa kemana abis lulus SMA.
            Salah satu harapan mamaku yakni aku harus kuliah dan aku gak mau kuliah kalo gak Perguruan Tinggi Negeri. Sementara tidak sedikit orang yang ingin masuk PTN, gak cuma aku. Selama beberapa bulan di tahun 2014, aku berusaha dan berdoa lebih banyak dari biasanya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya aku bisa mewujudkan impian aku kuliah di salah satu PTN di Semarang.
            Memang ya tahun 2014 itu berkesan banget buat aku. Banyak peristiwa yang aku alami dan dapat ambil hikmah dari setiap peristiwa itu. Dari mulai persahabatan semasa SMA, ujian sekolah, perpisahan sekolah, ujian masuk PTN, hingga aku bisa kuliah di PTN. Di tahun 2014, aku juga bisa ketemu bang Herjunot Ali. Bhihihik.. Salah satu target tahun 2015 adalah ketemu Kevin Julio & Jesica Mila. Doain yak! Xoxo.

Mudah-mudahan tahun 2015, aku bisa menjalani kehidupanku dengan lancar. Gak merasa monoton. Bisa melewati semua tantangan hidup dengan baik. Kuliah lancar dan bisa cepat dipertemukan dengan orang yang namanya selalu aku sebut tiap berdoa. Hehe. Life must go on and may succes follow us in the next year. 

Buscar

 

Labels

About

Ma Petit Histoire Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger